BANDUNG,
RIMANEWS-Pendidikan merupakan hak semua masyarakat, tapi kenyataan untuk bisa
sekolah di jenjang perguruan tinggi termasuk di perguruan tinggi negeri (PTN)
semakin hari semakin mahal.
Contoh kasus, untuk kuliah di Institut
Teknologi Bandung (ITB), seorang mahasiswa harus merogoh kocek hingga Rp100
juta agar bisa lulus, atau sekitar Rp25 juta per tahun.
Uang sebesar itu dihabiskan mulai dari proses
pendaftaran mahasiswa baru hingga diwisuda. "Normalnya, per mahasiswa
membutuhkan Rp100 juta per empat tahun atau sejak masuk hingga lulus,"
ujar Wakil Rektor ITB Bidang Komunikasi Kemitraan dan Alumni Hasanudin Z
Abiddin kepada wartawan di Gedung Rektorat ITB, Jalan Tamansari, Kamis
(13/1/2011).
Tingginya biaya kuliah tersebut tentunya
sangat memberatkan masyarakat di tengah melambungnya biaya hidup, mulai dari
kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, naiknya tarif dasar listrik hingga terus
melambungnya harga bahan bakar minyak (BBM).
Dengan kondisi tersebut, pendidikan murah,
khususnya jenjang pendidikan tinggi, yang dijanjikan pemerintah melalui
kebijakan 20% alokasi anggaran pendidikan dalam APBN dan APBD ini, dipastikan
tidak akan dirasakan
masyarakat.
masyarakat.
Namun di sisi lain, penyelenggaran pendidikan
murah juga menuai dilema bagi pengelola universitas negeri. Pasalnya, dengan
status Badan Hukum Milik Negera (BHMN), universitas tidak lagi mendapat pasokan
subsidi yang memadai dari pemerintah. Universitas negeri dituntut
mencarisendiri sumber keuangannya.
Pada tahun-tahun sebelumnya, untuk mengatasi
keterbatasan dana yang dimiliki, universitas mempunyai cara ampuh yakni membuka
lebar penerimaan mahasiswa baru melalui jalur khusus di luar Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Tinggi (SNMPTN).
Para mahasiswa jalur khusus tersebut dikenakan
biaya kuliah jauh lebih besar dibandingkan mahasiswa jalur reguler yang melalui
SNMPTN. Mereka bisa dikenakan dana sumbangan pembangunan mulai puluhan juta
hingga ratusan juta rupiah tergantung kemampuan masing-masing. Dana yang
diperoleh dari mahasiswa 'kaya' tersebut digunakan untuk mensubsidi mahasiswa
'miskin.
Namun mulai tahun ajaran 2011 ini cara
tersebut tidak bisa lagi dengan leluasa dilakukan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No 34/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan, PTN hanya dibolehkan menjaring mahasiswa baru melalui jalur khusus
sebesar 40% sisanya harus lewat SNMPTN yang digelar secara nasional.
PTN pun dibebankan kewajiban untuk
mengakomodasi mahasiswa kurang mampuuntuk tetap bisa kuliah. Seusai Peraturan
Pemerintah No 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, PTN
wajib menampung 20% mahasiswa dari kalangan miskin dari total mahasiswa baru
yang diterimanya tiap tahun.
yang diterimanya tiap tahun.
Hasanudin mengakui, hal tersebut cukup berat.
Dengan asumsi jumlah mahasiswa baru sebanyak 3.300, untuk tahun ini ITB harus
menanggung beban biaya kuliah sekitar 600 mahasiswa. "Dengan asumsi itu,
ITB harus mencari mencari setidaknya Rp60 miliar untuk menanggung mahasiswa
miskin," tandas Hasanudin.
ITB menghapuskan jalur khusus ini karena tidak
mau disebut menjual kursi sebagai sumber pendapatan kampus. Karena itu, selain
mengandalkan pendapatan dari mahasiswa reguler, ITB juga berupaya mencari
sumber lain untuk membiayai mahasiswa 'miskin' tersebut.
Seperti dari program coorporate
social responsibility (CSR),
dana ikatan alumni (IA), kerja sama industri, kerja sama pemerintah daerah
(pemda), serta kerja sama penelitian.
Hasan menegaskan, ITB terus berupaya mencari
pendanaan untuk kelangsungan proses perkuliahan mahasiswa dan biaya operasional
kampus. "Dana itu tanggung jawab kami, yang penting, siswa pintar tapi
tidak punya uang dan ingin masuk ITB, daftar saja dulu, jangan takut,"
tukasnya.
Komitmen menanggung biaya mahasiswa 'miskin'
juga ditunjukkan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Rektor Unpad Bandung
Ganjar Kurnia menegaskan, tahun ini akan menerima sekitar 500 mahasiswa baru
dari jalur bidik misi yang merupakan program beasiswa pemerintah untuk
mahasiswa tidak mampu.
"Kita khususkan program pemerintah kepada
mahasiswa tidak mampu," ujar Rektor Unpad Ganjar Kurnia saat dihubungi
wartawan, Kamis (13/1/2011). Unpad pun tetap membuka ujian jalur khusus
sebanyak 40% yang dananya digunakan untuk menyubsidi mahasiswa 'miskin'.
Komitmen kedua PTN ternama di Bandung ini
tentunya menjadi kabar gembira bagi para orang tua yang akan menyekolahkan
putra-putrinya ke perguruan tinggi. Mudah-mudahan langkah ini diikuti pula
PTN-PTN lain.
Di pihak lain, pemerintah pun bisa memenuhi
janji untuk meningkatkan pendidikan anak bangsa. Sehingga cita-cita luhur
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diamanatkan UUD bisa secepatnya
terwujud.(Ins)
0 komentar:
Posting Komentar