Perjalanan mobil Mobil Esemska, agaknya kian panjang dan berliku, setelah dinyatakan gagal dalam uji emisi. Seperti diketahui, Senin 27 Februari pekan lalu, mobil kebanggan para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu menjalani dua uji emisi di Balai Thermodinamika Motor dan Propulsi BPPT (Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi) di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Apa mau dikata prototipe mobil Esemka Rajawali berpelat nomor merah AD 1 A tunggangan Wilikota Solo Joko Widodo itu tak lolos kedua tes tersebut, yaitu emisi CO (karbon monoksida) dan HC+NOX (hidrokarbon+natrium oksida.
Dalam uji emisi CO, mobil Esemka Rajawali gagal menembus ambang batas uji 5 gram/km, karena knalpot mobil Esemka Walikota Solo itu mengeluarkan emisi CO 11,63 gram/km atau lebih dari dari kali lipat ambat batas CO.
Sementara itu dalam uji emisi HC+NOX, hasilnya malah lebih parah. Esemka Rajawali gagal menembus ambang batas 0,70 gram/km, karena emisinya 2,69 gram/km atau hampir empat kali lipat dari ambang batas.Protitipe mobil Esemka Rajawali milik Walikota Solo tersebut merupakan buah karya siswa-siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Surakarta di bawah pengarahan PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) selaku pengelola merek.
Para pemangku kepentingan mobil Esemka Rajawali tak patah semangat. Situs Solopos.com melaporkan Senin 5 Maret pekan depan, PT SMK berniat membongkar total mesin mobil Esemka Rajawali untuk melakukan perbaikan agar lolos uji emisi lagi.
Uji SNI menanti
Kalau toh akhirnya mobil Esemka Rajawali itu kemudian lolos uji emisi, bukan berarti ujian berat bagi mobil buah karya siswa SMK Negeri 2 Surakarta itu berakhir. Apalagi para pemangku kepentingan mobil Esemka Rajawali itu bertekad memproduksi mobil itu dalam skala manufaktur.
Ini sebuah langkah berani karena mobil Esemka memasuki tahap komersial secara massal. Sebagai produk buah karya anak bangsa, tekad ini layak mendapat dukungan total. Hal itu karena dari sisi proses produksi, Esemka harus melampaui ujian yang tidak kalah beratnya, yaitu memenuhi spesifikasi yang diatur dalam SNI (Standar Nasional Indonesia).
Lolos SNI hukumnya wajib, karena semua produk mobil yang dijual secara komersial harus memenuhi ketentuan SNI. Apalagi proyek mobil Esemka telah menyiapkan 4 varian mobil, yaitu Rajawali, Digdaya, Zhangaro, dan model hatchback yang saat ini belum memiliki nama.
Penelusuran Bisnis di database SNI dalam situs Badan Standardisasi Nasional (BSN) di bsn.go.id, menunjukkan ketentuan SNI untuk mobil penumpang diatur dalam 8 ICS (International Classification of Standards), yaitu (1) Peralatan listrik dan elektronika; (2) Perangkat penerangan, pemberi tanda dan peringatan; (3) Perangkat penunjuk dan pengendali; (4) Sistem rem; (5)Transmisi, suspensi; (6) Badan dan komponen badan; (7) Sistem pelapisan dan penyekaan; dan (8) Kopling.
Jika ditotal, 8 kelompok ICS untuk produk mobil itu memiliki 133 item SNI. Jadi bisa kita bayangkan, alangkah beratnya jalan yang harus ditempuh oleh Mobil Esemka tersebut. Memenuhi seluruh ketentuan SNI untuk 133 item komponen bukanlah pekerjaan mudah dan akan memakan waktu lama.
Apakah kemudian perlu ada semacam dispensasi bagi mobil Esemka? Secara hukum, ini jelas keliru, karena pemerintah menerapkan standar ganda dengan membebaskan Esemka dari SNI sementara pabrikan mobil lainnya wajib menaati SNI.
Kalau toh aspek hukum tersebut dikesampingkan, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah relakah kita sebagai konsumen membeli mobil yang belum layak secara SNI. Ini bukan menyangkut aspek kebanggan atau nasionalisme, tetapi semata-mata persoalan teknis terkait dengan keselamatan pengguna mobil.Nah, jalan tengah yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberikan bimbingan teknis kepada pembuat mobil Esemka agar proses produksi atau perakitan mobil kebanggan anak-anak SMK itu didukung dengan komponen mobil yang memenuhi SNI.
Maklum, beberapa sekolah perakit mobil Esemka mengatakan dengan bangga bahwa 80%-90% komponen mobil hasil produksi mereka sendiri. Kalau benar demikian, ini jelas sangat membanggakan, tetapi sekaligus menjadi tantangan baru bagi para pemangku kepentingan mobil Esemka. Mereka harus membuktikan bahwa komponen tesebut memenuhi ketentuan SNI.
Sehingga pada akhirnya, konsumen atau pasar pun akan bereaksi positif dengan menerima secara terbuka kehadiran mobil Esemka sebagai alternatif merk.
Berkaca dari kegagalan uji emisi Esemka Rajawali, para pemangku kepentingan mobil Esemka—tidak hanya Rajawali tetapi juga Digdaya, Zhangaro, dan hatchback—sedari sekarang harus lebih serius mempersiapkan diri.
Bukan hanya sekadar untuk lolos uji emisi, tetapi harus juga mempersiapkan diri untuk memenuhi ketentuan Standar Nasional Industri (SNI).Mungkin secara teknis sebagian besar komponen sudah memenuhi SNI, hanya saja secara administratif lembaga kalibrasi seperti BSN harus menguji teknis agar diterbitkan rekomendasi kelayakan berbagai komponen mobil Esemka tersebut.
Jadi, para pemangku kepentingan mobil Esemka jangan hanya sekadar latah ingin cepat-cepat meluncurkan mobil. Lebih baik terlambat diluncurkan tetapi mampu memenuhi segala persyaratan uji komersial, dari pada bernasib seperti Esemka Rajawali AD 1 A milik Walikota Solo Joko Widodo.
sumber : http://www.bisnis.com/articles/mobil-esemka-gagal-uji-emisi-ditantang-uji-sni
sumber : http://www.bisnis.com/articles/mobil-esemka-gagal-uji-emisi-ditantang-uji-sni
0 komentar:
Posting Komentar